Frilla
Once upon a time there was a little prince
He was so full of himself
that he never thought about anyone else

But one day, the prince met a beautiful princess
He offered his hand to the princess
and was happy when the she took his hand


Pemuda itu tidak bergeming. Hanya menatap dalam kebisuan, tidak ingin menemukan kata-kata yang mungkin bisa mengakhiri malam ini. Dan jika sang kala mau mengabulkan permintaannya untuk kali ini saja, bekukanlah waktu agar ia bisa menatap sang putri seperti ini selamanya. Sekalipun hanya sebuah ilusi semu, tenang sebelum badai. Tapi ia tidak perlu mendengar penolakan.

Nate bertanya-tanya sejak kapan ia menjadi orang yang seperti ini. Hidup sebagai anak seorang pengusaha yang kaya raya membuatnya mendapatkan semua hal yang bisa ia inginkan. Tapi justru hal yang ia inginkan adalah sesuatu yang tidak bisa didapatkan dengan emas. Kasih sang ibu sebagai contoh. Nate terbiasa untuk menyerah di saat ia tidak bisa mendapatkan sesuatu. Ia menyerah untuk kasih sayang, ia menyerah untuk kebahagiaan. Dan awalnya ia ingin menyerah untuk Michelle juga. Ia pernah menyerah untuk memiliki gadis itu. Tapi kali ini ia tidak bisa. Ia tidak bisa menyerah. Untuk pertama kalinya, ia ingin bertahan dan tidak berputus asa. Dia pernah kehilangan gadis itu sekali, ia tidak ingin kehilangannya lagi. Meski dihujam berkali-kali, meskipun pikirannya galau hingga ia hampir merasa tidak waras lagi, ia tidak ingin menyerahkan setitik harapan untuk mengulang kebersamaan mereka lagi.

Sejak kelas transfigurasi itu, pertama kali ia menemukan sosok seorang Michelle lewat bantuan Sylar. Banyak orang kurang ajar di sana. Mereka menjelek-jelekan gadis itu dan Nate ingin membelanya. Selain karena ia sendiri memang merasa tersinggung dengan ucapan mereka. Kisah mereka berdua berawal dari sana. Sebuah tantangan kecil dari sahabatnya, yang mengantarkannya pada sosok yang menghantui pikirannya selama hampir empat tahun kebelakang.


Time passed
and the prince had gotten attached to the princess
But no one knew, that the prince held a secret

His secret was his insecure feeling
Although he was acting proud and all
Actually he always thought that he was worth nothing
And he thought, he didn't deserve the princess

Then he took another girl
so that the princess would hate him
and live happily with other man who was better than him


Nathan, it means gift of God. Tidak pernah sekalipun ia punya pikiran bahwa dirinya adalah sesuatu yang baik, hadiah, karunia, apalagi dari suatu entitas Maha Kuasa seperti Tuhan. Apa yang ia bawa selain musibah? Tapi mendengar kalimat itu dari ayahnya dan pengetahuan bahwa sang ibu tidak pernah membencinya, memberikan suatu harapan baru baginya.

Harapan itu juga yang membawanya ke sini.

Sekali lagi. Berdua. Di bawah langit bertabur bintang yang menjadi saksi ikrar mereka tiga tahun lalu. Anehnya kali ini ia tidak merasa tegang atau gugup. Jantungnya tidak berdetak cepat atau apapun yang menunjukan tanda-tanda perasaan yang kacau seperti yang seharusnya ia rasakan. Aneh. Ia bisa tersenyum dengan mudah, seakan seluruh bebannya hilang tanpa bekas. Mungkin karena tanpa sadar, ia sudah siap menerima segala kemungkinan yang bisa terjadi. Meskipun ia masih juga merasa ingin melompat dari menara. Nate merasa sangat labil. Sebentar ia merasa tenang lalu di saat yang lain ia merasa kesal, sedih, gugup, frustasi. Ia benar-benar meragukan kewarasannya sekarang. Crazy in love, eh? Literally.

Kebisuan diantara mereka entah bagaimana justru membuatnya nyaman. Mungkin juga itu efek dari tatapan sepasang kristal gelap di depannya. Bagaimana bisa dulu ia sampai memikirkan untuk meninggalkan Michelle? Tolol benar dia sampai ingin menyerah. Apa yang ia lakukan dengan Crossroad waktu itu? Hanya karena si M itu berkata sesuatu yang membuatnya marah, hanya karena ia merasa begitu tidak bergunanya. Yah, itu alasannya. Karena ia merasa tidak bisa melakukan apa-apa. Lemah. Ia sangat kecil di hadapan dunia. Tapi ia tidak cukup lemah untuk menyerah sekarang.


Years passed, the prince had grown up
and he never once forgot about the princess
His heart was aching so much he couldn't bear it

And one day the prince realized
that he had paid so much for the princess' happiness
his love was beyond pain
...so maybe he did deserve her


Ia berharap bisa menafsirkan arti dari pandangan gadis di depannya. Helaan halus yang hanya bisa ia hubungkan dengan kata 'lelah'. Lelah dengannya keheningan di antara mereka, atau lelah padanyakah? Nate tahu dia adalah orang yang pesimis. Ia selalu mencoba menghapus pikiran buruknya dengan sugesti lain. Jika dia berkata dia orang yang hebat, mungkin ada keajaiban yang membuatnya menjadi orang yang berguna. Membohongi diri sendiri agar tidak merasakan sakitnya mengetahui bahwa kehadirannya di dunia tidak memiliki arti untuk siapapun. Tapi ada saat-saat dimana ia tahu bahwa sugestinya tidak akan berguna. Sifat pesimisnya sudah menancap begitu dalamnya hingga meskipun ia akhirnya tahu bahwa keluarganya tidak menganggapnya sebuah gangguan, ia tetap merasa khawatir. Dan kali ini ia khawatir bahwa sang putri merasa sudah lelah dengan gangguan yang ia timbulkan.

"Give me one reason."

Tertegun. Apa yang harus Nate katakan? Ia tidak memiliki alasan apa-apa. Terlebih lagi, alasan untuk apa? Alasan mengapa ia memanggil gadis itu kesini? Alasan mengapa ia pergi dulu? Alasan bagi gadis itu untuk tidak langsung menghujatnya? Ia berpikir terlalu dalam. Apa alasannya berada di sini, apa alasan ia ingin bertemu dengan Michelle, ada hal yang ingin ia katakan.

"I never told you that I hated my mother, did I?"

Pemuda itu membalikan tubuhnya memunggungi sang gadis. Nate tidak memiliki satu alasan yang diminta oleh gadis itu. Tapi ada hal yang ingin ia beritahukan pada Michelle. Rahasia yang tidak pernah ia katakan pada orang lain sebelumnnya. Tarikan nafas panjang terdengar dari sosok itu sebelum ia melanjutkan kalimatnya. "She told me that I'm unworthy, because I was another woman's. Constantly being told that made me believe it. I was happy to piss off my mother and just screw my life around. But then I met you. For the first time in my life, I wanted someone to see me as more than what I showed to the world. But as the time passed, I knew that you're too good for me. I had to leave, I had to leave you, otherwise you wouldn't be happy."


He ran, searched for the princess
When he found her,
he was scared that the princess didn't want him
But the prince thought that the pain worth the princess

So he offered his hand for the second time
and hoped that the princess would take it again
And maybe the story would end happily ever after


"I’m not making excuses for my actions," ujarnya cepat, ingin menekankan bahwa ia tahu tindakannya selama ini tidak bisa dibenarkan dan ia juga tidak punya niat untuk membenarkan apa yang sudah ia lakukan. Untuk meminta maaf sekarang pun rasanya sudah tidak pantas. Ia menoleh sedikit ke arah gadis itu sebelum kembali memalingkan wajahnya. Ia menghela nafas dan meneruskan kembali ucapannya, "but I have to show you the real me. I’m not a man without flaws, I am selfish, I am possessive, I am not proud of myself, I never think myself as a man who deserve someone like you. There are thousand of men out there who are far better fitted to be with you, than me."

Ya, ia tahu. Sangat tahu malah, meskipun itu tidak membuatnya kehilangan keinginan untuk mencabik-cabik pemuda mana saja yang mendekati sang putri. Cemburu, envy. Salah satu dari tujuh dosa pokok yang hukumannya adalah kedua mata dijahit dengan kawat. Ia tidak bisa memiliki sang putri, tapi ia tidak ingin ada orang lain yang memilikinya. Ia adalah orang yang sangat brengsek. Ia tahu. Ia sudah tahu hal itu bahkan ketika akhirnya ia membalikan tubuhnya dan menatap gadis berparas oriental di hadapannya.

"But even after knowing that, I'm still wanting you."
0 Responses