Frilla
"berani menghadapi musang macam itu... berani sekali kau, miss..."
"Nate, Nathan Harvarth."

"Michelle, sir. Michelline Fara Solathel."

"...want to be an item?"

Rasanya sudah lama tidak mengenang kejadian tersebut. Lama, lama sekali. Seakan telah lama terkubur dalam bagian paling tak terjamah dalam rongga tengkorak. Sampai-sampai ia tak lagi ingat kapan terakhir kali rekaan ulangnya terlukis dalam pikiran, hingga tanpa dinyana detik itu mendadak kilasan dirinya di masa lalu berkelebat, memeragakan dialog serupa dengan apa yang ia lakoni hampir empat tahun silam. Entah apakah seakan terpanggil oleh situasi yang tengah berlangsung saat ini, nostalgia begitu saja ramah menghampiri.

Tersenyum, Michelle membiarkan kesadarannya tenggelam dalam dunia awal mula, mengingat bagaimana ekspresi kekakuan penuh kekesalan Arvid, rupa Chucky dan potongan rambutnya saat berusia sebelas tahun dan kondisi kelas ketika itu. Hmm, dimana McG saat seorang pangeran berkuda putih mendarat ke tengah medan perang? Dan sungguh ia tidak pernah berhasil mempercayai bahwa sebuah kebetulan yang memperkenalkannya pada seorang anak laki-laki tertampan di kelas—lantas di kemudian hari menjadi pergunjingan setiap gadis di kastil—merupakan pertanda atas terjadinya perubahan hidup pada hidup gadis itu selamanya, bak kisah dongeng.

Thousands of your smile
Getting back when I look back on those days of us
Now I feel they are still calling me


Waktu itu tak sedikitpun terpikir bahwa sebuah jawaban sambil lalu yang menyambut ajakan bocah sebelas tahun untuk menjalin hubungan lebih dari sekedar teman, akan membuahkan perasaan yang begitu dalam. Siapa sangka semua bergulir begitu lancar, begitu manis, dan tanpa terasa rupanya butir waktu telah jauh meninggalkan. Mereka terpaut, mereka berbagi. Atau paling tidak salah satu sisi pernah merasakan demikian. Tadinya ia yakin tidak ada yang salah dari untaian cerita indah ini, begitu mempercayai setiap gurat ketulusan yang terperi. Namun kembali, kebetulan serupa muncul dan menghadapkan mereka pada persimpangan jalan—dan perpisahan menukik tajam.

Ya, kebetulan paling menakjubkan sekaligus ironis itu bernama Takdir.

Banyak hal yang terjadi selama nyaris satu tahun kebersamaan itu. Setiap hari bagaikan lembaran baru. Halaman kosong dalam diary untuk diisi dengan berbagai momen menyenangkan. Mulai dari hal-hal kecil hingga kejutan yang luarbiasa—tak ada yang tak berhasil menyentuh hati sang putri. Seluruhnya membekas, menyisakan banyak kenangan dalam memori. Tetapi di antara semua itu, rupanya hanya salah satu yang paling diingatnya. Karena ia bukan hanya meninggalkan jejak, namun sekaligus berhasil membenamkan setiap butiran kenangan yang lain, menyisakan kawah hitam menganga.

Looking for the word
Just a simple word
To open up closing door of my heart


Kalau saja siang itu takdir tidak begitu kejam menyuguhkan drama pengkhianatan sang pujaan hati, apakah detik ini mereka akan berada disini untuk tujuan yang berbeda? Apakah ia akan hidup dalam bayangan angan-angan dan kepalsuan setiap detik, setiap saat selama bersama dengan pemuda yang ia anggap segalanya? Ataukah pada lain kesempatan, takdir akan kembali mengunjungi untuk menghadiahkan pengungkapan dengan alternatif yang berbeda? We never knew.

Lalu apa yang akan kau kabarkan hari ini padaku, Tuan Takdir?

Ia tidak berhasil menebak perasaan dan isi pikiran pemilik tatapan manik cokelat di hadapannya tiga tahun lalu, dan juga tidak beranggapan akan dapat melakukan hal tersebut sekarang. Maka Michelle bertanya, apa yang takdir inginkan darinya, namun tentu saja tidak ada tanggapan—takdir tidak mengangkat telepon malam ini, seperti juga malam-malam yang lalu. Ia tidak pernah menjawab panggilan sang fille. Hanya mampu terpekur seorang diri bersama kuntum Anemone putih dalam genggaman, ia menghadapi hujaman kedua bola mata pemuda itu. Pemuda yang sama dengan setiap gambaran sosok dalam ingatan.

Sepertinya ia yang disodori tuntutan untuk memilih, mengulangi semuanya dari awal atau mengakhiri sampai disini. Mungkin sudah terlalu banyak tombol 'restart' tertera dalam jalinan kisahnya sampai tercipta dirinya yang sekarang. Kehilangan ingatan, kembalinya sang ayah, mengetahui keberadaan seorang adik dan menghapus jejak Crosette—setiap melalui percabangan, dan harus membuat satu keputusan ia bertekad untuk tidak lagi menoleh ke belakang atau merasa menyesal. Tidak pernah berpikir bahwa seharusnya the second option yang terpilih. Karena itulah, fondasi keyakinan menjadi hal yang mesti dibangun saat ini. Tiga tahun lalu janjinya dinodai, namun tidak akan lagi ia membiarkan untuk kedua kali, kejadian menyakitkan terulang.

Helaan napas kecil terdengar, diikuti anggukan kecil. Saat membuka mulutnya perlahan, sopran halus sang gadis memecah keheningan.

"Give me one reason."to say yes.

Let me dive into your heart once again
To try to keep our story going on
Is the key of heart
0 Responses