Frilla
Kelas transfigurasi bersama si nenek keriput. Pelajaran pertama tahun ini pula. Malasnya... Semoga tidak akan ada tugas, pekerjaan rumah atau apapun. Kalau ada, semoga saja Szent atau Sylar mau berbaik hati untuk 'meminjamkan' pekerjaan mereka. Ah, tapi kalau hanya pekerjaan kelas satu seperti ini sih, bukan masalah besar untuk Nate. Tidak ada hal yang tidak bisa ia lakukan, tentu saja. Seolah hal sepele itu sulit baginya. Meskipun dia berandalan (atau apapun sebutan yang pantas untuknya) bukan berarti ia anak bodoh, kan? Tidak. Ia sangat pintar, jenius bahkan. Transfigurasi?

...sepele.

Nate mengangkat bahu dan melenggang masuk ke dalam kelas dengan gayanya yang cuek seolah dia memiliki seluruh dunia seperti biasa. Bocah itu sempat melayangkan pandangannya pada seisi kelas yang sudah lumayan ramai. Setelah mengambil posisi duduk di tengah kelas, tepat di sebelah Sylar dan tidak jauh dari Szent ia mengeluarkan tongkatnya dan memutar-mutarnya dengan ekspresi santai. Tampaknya sama sekali tidak takut kalau-kalau tongkat itu tiba-tiba menyihir seseorang dan menyebabkan kekacauan. Sekali-sekali ia melirik kanan-kiri, mengamati beberapa orang yang sudah berada di sana. Sampai ia menangkap sosok nenek keriput yang mulai memberikan ceramah mengenai mantra pengubah tisue menjadi perkamen. Puhh. Sungguh mantra yang tidak penting... apa gunanya mengubah tisue menjadi perkamen kalau dia punya cukup banyak uang untuk membeli segudang perkamen kualitas nomor satu? My, my... tampaknya sekolah ini hanya mengajarkan hal-hal merepotkan...

Seandainya ayah mendengar hal ini, pasti beliau akan berpikir dua kali sebelum memasukannya ke sini. Bagaimanapun, katanya kualitas murid-murid Dumstrang lebih baik daripada sekolah mainan ini. Apalagi kepala sekolah Dumstrang sekarang adalah kenalan beliau... Ah, seandainya ia dulu berpikir lebih jauh mengenai bersekolah di tempat ini...

Nate menatap selembar tisue yang melayang ke meja di depannya. Ia menatapnya dengan tatapan bosan, hampir-hampir tidak punya niat untuk mengangkat tongkatanya dan mengatakan mantra pengubah itu. Bocah berambut kecoklatan itu hanya memutar-mutar tongkatnya dengan tatapan bosan, sebelum cengiran sombong muncul di wajahnya. Ia menoleh ke arah Sylar dan berkata cepat, "eh, Sylar... menurutmu kali ini siapa yang lebih cocok jadi targetku? Meskipun sebenarnya membosankan, ya. Sama sekali bukan tantangan kalau mereka begitu saja meleleh dengan satu dua kata manis dariku. Kalau bukan karena wajah mereka yang cantik, Arlyn, Milliane, dan yang lain, kurasa aku tidak akan pernah tertarik pada mereka."

Nate mengatakan semua itu dengan nada merendahkan, seolah tingkatannya jauh di atas nama-nama yang ia sebut. Dalam pandangannya, memang begitulah adanya. Kesombongan yang kelak mungkin akan menghancurkannya. Tapi untuk saat ini, ia tidak merasa hal itu akan terjadi padanya. Dia hebat, ayahnya salah seorang penyihir paling sukses dalam sejarah. Siapa yang berani berada di jalannya? Tidak ada.

"Fan.Dan.Go."

Tisuenya bergetar sedikit.

Crap.

--------------------------------------------------


Kelas pertama di tahun ajaran ini dan dia sudah bertemu dengan mahluk-mahluk menyebalkan yang merasa diri mereka hebat karena mereka menyebut diri mereka sebagai darah murni. Oke, memang salah satu diantaranya akhirnya mengajaknya berdamai. Tapi ia rasa itu karena mereka tidak mengetahui... forget it.

Tidak mungkin ia memberitahukan hal itu.

Dan tebak, ada dua orang saudara jauhnya yang satu angkatan dengannya. Corleone dan Duske. Nice, nice... Meskipun ia sempat bertengkar dengan musang--er, Corleone itu. Tapi yang paling disukainya di kelas itu adalah, saat ia mengajak seorang gadis cantik bernama Michelline Fara Solathel yang sudah menerima ajakannya untuk menjalin hubungan. Yang berarti ia memenangkan taruhannya dengan Sylar dan ia bisa menyuruh temannya itu untuk melakukan apapun yang ia mau. Yeah!
0 Responses