Frilla
Selamat siang, dunia. Di sini Nate hadir membawakan berita dari kastil Hogwarts, salah satu dari tiga sekolah sihir terbesar di daratan Eropa. Minggu ini cuaca sudah mulai dingin, membawa angin dingin dari utara pertanda musim salju yang akan segera tiba. Dingin dan lembab diakibat oleh hujan deras semalam. Ia sendiri juga harus mengenakan jaket bewarna abu-abu tua dan sarung tangan cokelat agar tidak kedinginan. Dan dia sedang melakukan tindakan bodoh dengan mendatangi danau di hari yang seperti ini.

Oke, tidak sepenuhnya bodoh. Karena ia melihat pemandangan menarik di sana.

Seringai yang sudah lama tidak muncul di wajahnya akhirnya kembali. Setelah satu tahun lamanya tidak berbuat apa-apa, akhirnya gilirannya tiba. Lihat siapa yang berada di tepi danau di sana, Dawghew, Sirius, dan Ravn. Memegang anak yang tampaknya target kali ini, Pixies or whatever. Pixies seperti nama mahluk lemah kecil dengan warna biru elektrik yang membuat mata katarak tapi punya keangkuhan setinggi langit itu. Oh, oh... sampah lainnya, mari kita buang ke Cornwall, ke Devon. Kembalikan ke habitat asalnya darimana ia diimpor ke Inggris atau dibuang karena menganggu ketentraman masyarakat di sana. Ck, anak-anak kelas dua itu, berbuat seperti ini tanpa mengajaknya—izinkan Nate untuk ikut bergabung.

Terima kasih.

Banyak.

“Sebutkan satu alasan, apa motivasi kalian melakukan lelucon...” nguiiiingnguiiing. Seperti bunyi denging yang sangat menganggu kelancaran darah ke dalam otak. Membuatnya nyaris menyumpal telinganya hanya agar ia bisa mendekat. Tidak separah itu sih, ia juga malas menyamakan denging konyol itu dengan tangisan mandrake yang membunuh. Oh, mengingat soal mandrake—membuatnya kesal saja. Untung jarinya tidak putus karena gigitan mahluk sialan itu. Apa pixie yang satu ini juga bisa menggigit? Hm... diragukan. Seingatnya dalam buku Hewan-hewan Fantastis dan Dimana Menemukannya pixie suka menggigit telinga manusia dan menerbangkannya. Ah, hewan yang benar-benar unik. Umurnya tidak panjang lagi, menurut buku—bukan karangannya sendiri. Kita buktikan saja kalau begitu, apa benar pixie itu umurnya pendek?

”Well, well, what do we have here?” sebuah pertanyaan retoris bernada riang keluar dari lubang di antara dua bibir kemerahan milik anak laki-laki itu. Rambut ikalnya menggelitik pipinya seiring dengan tiupan angin. Alisnya sempat berkedut dengan pandangan aneh ketika melihat seorang anak perempuan berwajah Asia yang menempel pada Dawghew. Oh—pasti hanya bayangannya saja. Pura-pura tidak lihat, ah.

Peskipiksi pesternomi.

Kembalilah ke tempat asalmu, wahai pixie budiman.

”Locomotor Motris,” ujarnya kalem sambil mengarahkan tongkatnya ke arah si anak-penghilang-poin-yang-tampaknya-akan-jadi-korban-kdls-alias-kekerasan-dalam-lingkungan-sekolah. Nah, kalau ia beruntung, ia akan lolos dari detensi lagi. Tapi ah—bukankah sejak dulu memang ia selalu beruntung? Karena Dewi Fortuna seorang wanita, yang pasti lebih memilih laki-laki dengan wajah tampan daripada mahluk biru dengan telinga runcing. Dan dia cukup (kalau tidak lebih) memenuhi kriteria orang yang akan ditolong sang keberuntungan. Bukankah sudah jelas?

Selamat siang, Dewi Fortuna, Nate di sini.

Berikan dia keberuntungan untuk mengeliminasi sampah masyarakat.
0 Responses