Frilla
Hari yang baru dan kelas yang baru. Sadar tidak sih, setiap memikirkan mengenai kelas yang akan dimulai Nate selalu mengeluhkan sesuatu tentangnya. Baik tentang waktu yang tidak tepat, materi yang membosankan, guru yang aneh, well, apapun yang bisa ia keluhkan. Andaikan sang Dumbledore sendiri yang rela turun dari tahtanya di kantor kepala sekolah untuk mengajar pasti Nate juga tetap akan menemukan kekurangan untuk dikeluhkan. Bukannya ia menganggap Dumbledore guru yang luar biasa baik atau apa—jauh dari sempurna menurutnya. Ayahnya kurang menyukai si tua itu, dan pendapat ayahnya selalu ia cerna dengan kelewat baik. Jadi kalau dia punya pandangan yang seenaknya sendiri, silahkan tunjuk ayahnya sebagai alasan dia seperti ini. Semua pemikirannya berasal dari beliau. Meskipun itu hanya pendapat Nate semata, narator sendiri berpendapat otak anak itu pernah terbentur sewaktu kecil sehingga saraf rendah hatinya putus tanpa ada kemungkinan untuk dibetulkan.

Tapi kenapa juga perlu rendah hati saat ia memang sudah berada di tempat tertinggi?

Nate memilin-milin tongkatnya dengan wajah angkuh seperti biasa. Kepalanya terangkat sementara ia bersandar pada kursinya yang jauh dari empuk. Kenapa bukan kursi berlengan—satu pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada staff sekolah. Bukankah suasana yang nyaman juga menjadi pemicu anak-anak belajar dengan lebih keras. Dengan suasana yang tidak kondusif begini siapa coba yang bisa belajar dengan suka cita?

Jadi materi kali ini adalah boggart—entah ia harus merasa senang atau kecewa. Inderanya samar-samar menangkap suara Lightdarker dan Crossroad yang menjawab pertanyaan mengenai definisi boggart. Mahluk yang penuh misteri memang, boggart itu. Nate sendiri tidak bisa dibilang tidak tertarik dengan bahan kelinci percobaan mereka kali ini. Menarik dan ia belum bisa mengetahui penjelasan yang masuk akal mengenai kemampuan boggart itu. Apa semua mahluk itu memiliki kemampuan untuk melakukan legillimens yang luar biasa hingga bisa mengetahui ketakutan terbesar mahluk yang mengancamnya—lalu memproyeksikannya dengan mengubah bentuknya. Tapi jika kemampuan membaca ketakutan itu seperti legillimens, apakah orang yang menguasai occlumens bisa mencegahnya? Kalau tidak, apa pangeran kegelapan juga bisa dikalahkan oleh boggart? Dan katanya satu-satunya orang yang ditakutkan oleh pangeran kegelapan adalah Dumbledore. Apakah itu berarti boggartnya akan berubah menjadi sang kepala sekolah? Apa boggart dalam jumlah banyak bisa mengalahkan pangeran kegelapan dan pengikutnya? Entahlah. Semua pertanyaan itu belum bisa ia jawab.

Jadi marilah kita kembali pada hakikat pelajaran kali ini dan bentuk boggartnya sendiri. Ketakutan terbesar seorang Nathan Kehl Harvarth. Apa kira-kira? Beberapa waktu ke belakang mungkin ia mengatakan kematian dirinya adalah hal yang ia paling takuti. Ia masih muda, belum puas menikmati hidup. Mati benar-benar bukan pilihan untuknya. Tapi akhir-akhir ini ia menyadari ada banyak hal yang lebih buruk daripada kematian. Dan itu membuat ketakutannya pada kematian kian menghilang. Apakah itu berarti ia mulai menyerah pada kehidupan—berpendapat itu adalah salah satu solusi yang bisa dijadikan pilihan? Entah. Tapi yang jelas hal itu tidak terasa menakutkan lagi sekarang. Toh bisa dibilang kita diciptakan untuk mati.

Ia sudah mengerti lebih dari itu.

Kembali lagi pada hal yang ditakutkan, coba pikirkan kemungkinan lain—melihat Michelle berjalan dengan orang lain? Mungkin. Tidak terbayangkan bagaimana kalau sampai hal itu benar-benar terjadi di depan matanya. Ia sama sekali tidak ingin membayangkannya. Entah seperti apa sakit yang akan terasa. Belum membayangkannya saja rasanya wajahnya kaku mendadak tidak bisa tersenyum. Tapi ia akan belajar untuk merelakan—sakit memang, ia tidak yakin bisa hidup bahagia lagi kalau hal itu benar-benar terjadi. Tapi ia bersumpah, dan Nate pantang mengingkari sumpahnya sendiri. Sekalipun itu pada dirinya seorang saja. Jadi mungkin hal itu tidak jadi ketakutan lagi untuknya, menyakitkan—namun bukan hal yang ia takuti. Lagipula sang putri berhak mendapatkan yang terbaik. Benar bukan? Please—konsentrasilah Nate. Anak laki-laki itu menertawakan pemikirannya sendiri dalam hati.

Konyol benar.

Nama: Nathan Kehl Harvarth
Ketakutan terbesar: Kesempurnaan diriku sendiri, becanda, prof :p
Solusi: ...


Nate masih memilin-milin tongkatnya, berpikir keras mengenai hal yang ia takuti. Kelereng bewarna karamelnya melirik orang-orang yang maju bergantian. Mayat, mayat. Puji Merlin, apakah ia satu-satunya orang yang bisa menerima kematian sebagai sesuatu yang wajar?—apa maksudmu, Nate. Seolah kau tidak akan jadi gila kalau sampai ada seseorang di dekatmu yang mati—tapi itu karena mereka sedikit orang yang mengenal Nate bukan? Kalian yang dibesarkan dalam keluarga yang sempurna mana mengerti apa yang pangeran Norwegia ini rasakan.

Alisnya mengerut ketika melihat Sylar maju dan—mengubah boggartnya menjadi sosok seorang Nathan dengan baju berenda khas boneka porselen. Hei, Lazarus—mau mati, ya? MAU MATI?! Setan kau Sylar. Manusia es menyebalkan, awas saja lain kali. Ia akan berikan alamat rumah teman masa kecilnya itu pada salah seorang gadis yang terobsesi padanya itu. Matilah kau dengan salah satu mahluk yang paling kau benci. Lalu apa lagi untuk membalas? Heh, ketakutan terbesarnya cokelat, eh? Lihat saja—sesampainya di kamar, tumpukan cokelat akan menanti di atas tempat tidurmu, Sylar. Kau sangat menyukai cokelat kan—sampai rela mendapat ganjaran dengan berbuat hal-yang-tidak-terkatakan itu? Demi Salazar, dia ingin menggilas orang itu dalam tong tempat menggerus monster yang pernah ia baca itu. Di saat-saat begini nih, ia ingin meminjam buku-buku mengerikan milik Szent. Mungkin pinjam sedikit tidak masalah—100 Cara Menyiksa Seorang Lazarus. Nice.

Ck, persetan dengan Sylar—gilirannya hampir tiba.

Szent mengerikan seperti biasa—dan mananya yang lucu dari solusi anak itu? Banyak pisau yang menusuk-nusuk dan darah yang mengalir membentuk genangan merah yang amis. Dasar mengerikan. Untung dia tidak menakutkan seperti Szent. Hiii... Seolah seseorang memutar kepalanya tiba-tiba, ia bisa melihat kelebatan warna-warni yang diakhiri dengan darah yang menetes dari tangannya. Bulu-bulu yang sekilas terlihat lembut tapi Nate tahu lebih dari itu. Dan ya, dia tahu apa yang ia takutkan. Terima kasih pada Szent yang sudah membangkitkan kenangannya di Diagon Alley waktu itu.

Nama: Nathan Kehl Harvarth
Ketakutan terbesar: Kucing super besar dengan cakar keluar dan nyengir menunjukan taringnya. Mendesis mengancam dan menjilat mulutnya seolah tidak sabar untuk menyantap hidangan lezat sementara matanya menyipit mengerikan menembus kulit targetnya.
Solusi: Mengubahnya menjadi bola bulu jinak tak berbahaya yang menebrak tembok


Pangeran Skandinavia itu melangkah ke depan—bersiap untuk menyambut gilirannya. Semua orang sepertinya senang sekali mempermainkan staff pengajar, hm... dan kenapa dia takut pada boneka? Oh, well... bukan urusannya. Ia tidak punya urusan sedikitpun mau gadis itu benci pada boneka atau suka mobil-mobilan atau alergi kuda-kudaan. Konsentrasi, ia harus konsentrasi pada konsep yang sudah ia tulis. Dan mudah saja, boggart itu menjelma menjadi bola bulu yang semakin lama semakin besar. Tingginya dua setengah meter mungkin. Bulunya yang hitam kelam tampak kontras dengan mata keemasan yang menatap tajam pada Nate. Taringnya yang tajam tampak berkilat mengancam—tiga puluh senti mungkin ukurannya. Desisan marah terdengar keras, oh—Merlin’s bunny slipper. Ini mengerikan, sumpah.

Nate tercenung.

Bayangkan kucing itu menyusut dan menjadi bola bulu yang menggelingding menjauh. Jauh dan jauuuuh... sangat jauh dari Nate. Sip.

”Riddikulus!” ujarnya keras sebelum cakar-cakar tajam itu merobek-robek tubuhnya. Nate tidak takut, benar, deh. Sama sekali tidak takut—sama sekali tidak takut.... berubahlah menjadi bola bulu, sekarang. SEKARANG, hoi. Tanpa menunda—dan kenapa kucing itu tampak semakin dekat dan dekaaaat... damnit.

Poof.

Monster itu tidak berubah menjadi bola bulu sepenuhnya, tapi kucing kecil yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan bola bulu yang jinak tanpa cakar dan taring sebesar lengannya. Kucing ini terlihat familiar—apakah ia pernah memelihara kucing sebelumnya? Rasanya tidak pernah. Kuda poni, salamander, ular, tupai, tikus, merak—tapi belum pernah ia memelihara kucing. Ibunya melarang, kotor katanya. Padahal bilang saja wanita itu tidak ingin mengabulkan permintaannya—tidak perlu pakai alasan busuk begitu. Heh. Mungkin itu sebabnya ia punya ketidak sukaan khusus pada hewan yang satu itu. Tidak seperti kebanyakan perempuan yang justru memilih mamalia satu itu sebagai peliharaan. Dan hal itu mengingatkannya pada sesuatu. Kucing di depannya ini mirip dengan—

Azure?

Brengsek.
0 Responses